Obornews.id – Presiden Joko Widodo resmi membuka kembali keran ekspor pasir laut setelah 20 tahun dilarang. Pembukaan tersebut didasari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 yang diteken Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Terkait itu DPD HNSI provinsi Lampung secara tegas menolak keputusan tersebut menurut mereka kebijakan itu hanya akan merusak ekosistem laut, serta mengancam kehidupan nelayan serta masyarakat pesisir.
“Sejak tahun lalu ketika Presiden Joko Widodo pada 15 Mei 2023 mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 yang membolehkan pengisapan pasir laut ataupun sedimennya di luar wilayah pertambangan, sudah banyak kritik yang disampaikan masyarakat, nelayan, akademisi hingga peneliti. Sudah kami prediksi dari awal, rezim Jokowi tidak akan peduli dengan kritik dan tidak akan berpihak pada lingkungan kata Agus Saini pengurus DPD HNSI Lampung saat di hubungi awak media Rabu (18/9).
Sebagai informasi, keputusan membuka kembali ekspor pasir laut diteken oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) lewat dua peraturan, yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor, kemudian Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Selain dampak lingkungan,penambang pasir laut juga mengancam keberlanjutan ekonomi dan sosial masyarakat pesisir. PP 26/2023 berpotensi memicu konflik antara masyarakat terdampak dengan perusahaan tambang, seperti yang terjadi dalam aksi protes masyarakat terhadap aktivitas penambangan laut selama 10 tahun terakhir.
“Penambangan pasir dapat merusak wilayah tangkap nelayan, menurunkan produktivitas, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan kelangkaan pangan dan sangat merugikan nelayan untuk mencari ikan hingga hasil tangkapan berkurang,” katanya.
Agus Saini mengkritik PP 26/2023 sebagai bentuk greenwashing atau pembungkusan kebijakan yang merusak dengan label pemulihan lingkungan. Meskipun tujuannya diungkapkan sebagai pemulihan ekosistem laut, nyatanya sebagian besar isi regulasi justru lebih banyak mengatur mekanisme perizinan dan penambangan pasir dari pada pemulihan lingkungan.
“Sampai hari ini kita belum melihat bagaimana wujud upaya pemulihan lingkungan yang digadang-gadang sebagai tujuan utama dari peraturan tersebut, justru kita disuguhi oleh aturan-aturan yang malah melancarkan proses usaha ekspor pasirnya, bukan pemulihan lingkungannya,” jelasnya.
Agus menegaskan regulasi itu bukan solusi bagi pemulihan lingkungan, melainkan langkah mundur yang hanya menguntungkan segelintir elite dan berisiko memperburuk krisis ekologis serta ketidakadilan sosial. Pemerintah harus segera mencabut peraturan ini dan fokus melindungi lautan kita, serta berhenti mengeksploitasi lautan kita secara serampangan seperti yang terjadi selama ini.
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPD HNSI ) Provinsi Lampung dan sekaligus pengurus lingkungan hidup ini Agus Saini mempertanyakan kenapa keran ekspor pasir laut dan Respon keras tentang dibukanya kembali ekspor pasir laut yang sempat dilarang 20 tahun lalu.
Perlu diketahui bahwa pemerintah Jokowi melalui Kementerian Perdagangan kembali membuka keran ekspor pasir laut. Hal tersebut berdasarkan adanya pengesahan peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Setelah adanya aturan tersebut puluhan perusahaan berlomba mendaftar sebagai pengeruk pasir. Setidaknya 66 perusahaan saat ini sedang mengantri pengajuan izin pengelolaan pasir laut ke Kementerian Kelautan dan Perikanan.
KKP telah mengumumkan tujuh lokasi pembersihan hasil sedimentasi tersebar di perairan laut Jawa, Selat Makassar, Natuna, dan Natuna Utara. Secara rinci tujuh lokasi itu berada laut Kabupaten Demak, Kota Surabaya, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, perairan sekitar Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan, serta perairan di sekitar Pulau Karimun, Pulau Lingga, dan Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
Pengurus DPD HNSI Provinsi Lampung Agus Saini mengkritik keras kebijakan pemerintah Jokowi yang membuka kembali keran ekspor pasir laut.
Menurut dia, ekspor pasir laut sama dengan menjual kedaulatan Indonesia ke negara lain, Daeng Agus yang sapa akrab menilai penambangan pasir laut menyebabkan daratan Indonesia semakin mengecil, sementara negara lain yang mendapatkan pasir laut itu bakal makin luas daratannya.
“Kalau kita lihat, kerugiannya adalah selain pulau-pulau hilang, daratan Indonesia semakin mengecil, tapi daratan tetangga sebelah tuh, Singapura semakin meluas,” katanya
Hal tersebut, menurut dia, jelas berimbas ke kedaulatan Indonesia. “Artinya kalau pemerintah mengekspor pasir laut itu, artinya dia menjual kedaulatan Indonesia kepada negara lain dan ini berbahaya,” tutur Daeng Agus ( Red)
Discussion about this post