Obornews.id— Mantan Pengurus Koperasi Perikanan di Lampung Selatan Agus Saini, menyoroti beberapa isu krusial terkait pengembangan koperasi dan UMKM, terutama di tengah penurunan anggaran yang signifikan karna alokasi anggaran Kementerian Koperasi dan UMKM tahun 2025 yang mencapai Rp 937 miliar, turun sebesar 37,44% dari pagu awal,
Disaat temui wartawan di acara terkait pengembangan pelaku usaha di sektor perikanan,di bandar Lampung ,Sabtu,14 September 2024
Agus Saini mengatakan dengan penurunan anggaran yang cukup besar ini, kita harus memastikan bahwa program-program strategis, terutama dalam memberdayakan koperasi dan UMKM, tetap dapat berjalan dengan maksimal kementerian Koperasi perlu mengarahkan fokus pada program-program yang berdampak luas dan langsung kepada masyarakat,” urainya.
Mendesak Kementerian Koperasi dan UMKM,dinas koperasi provinsi/ kabupaten agar meningkatkan peran untuk memajukan perkoperasian sekaligus membina untuk perkembangan koperasi yang masih aktif hingga bisa maju dan berkembang
Penggiat koperasi ini juga menekankan pentingnya digitalisasi UMKM sebagai langkah strategis untuk memperkuat daya saing pelaku usaha kecil dan menengah.
“Digitalisasi bukan hanya soal pemasaran, tetapi juga dapat mempermudah pelaku UMKM dalam mengelola keuangan dan produksi. Kemendag dan Kementerian Koperasi harus mampu berkolaborasi dengan Perguruan Tinggi dan stakeholder lain untuk mempercepat transformasi digital ini,” ungkapnya.
Agus Saini memberikan apresiasi kepada Kementerian Koperasi dan UMKM yang selama ini telah mendorong pertumbuhan koperasi di Indonesia, namun ia juga menekankan perlunya revisi Undang-Undang Koperasi yang sudah lama tidak diperbarui.
“UU Koperasi kita saat ini sudah usang dan tidak lagi relevan dengan dinamika ekonomi global yang semakin kompleks. Saatnya koperasi di Indonesia tampil lebih kuat untuk menjawab tantangan ekonomi nasional dan internasional,” pungkasnya.
Sebenarnya menurut saya revisi UU Perkoperasian itu sangat penting untuk segera disahkan karena ini menyangkut urusan koperasi yang sangat besar, mengingat selama ini ekosistem kelembagaan koperasi itu belum dibenahi, sudah lebih dari 25 tahun, sudah tidak relevan,” katanya.
“Dan saya khawatir betul ini akan menaruh bom waktu karena banyak nantinya koperasi-koperasi yang bermasalah, yang korbannya akan makin banyak dan pemerintah tidak memiliki skema untuk menyelesaikannya, karena selama ini di undang-undang koperasi itu koperasi mengatur dirinya sendiri, mengawasi dirinya sendiri, prakteknya sudah tidak bisa model seperti itu untuk koperasi-koperasi yang besar,” tambah agus
Agus mengatakan bahwa patut disayangkan kalau penundaan revisi UU tersebut dikarenakan alasan Dekopin.
“Kita ingin penataan kelembagaan koperasi itu berdasarkan sektor,” ujarnya.
Sebagai informasi, perubahan dalam UU Perkoperasian sangat diperlukan agar koperasi memiliki pengaruh yang besar bagi perekonomian nasional.
Revisi UU Perkoperasian terhadap perubahan ketiga terhadap UU Nomor 25 Tahun 1992 dinilai sangat krusial karena UU mengenai koperasi sudah lama dibiarkan terbengkalai dan tidak dibenahi, padahal koperasi memegang predikat sebagai soko guru perekonomian nasional.
Salah satu hal krusial dalam revisi undang-undang koperasi mengenai pengawasan yang masih bersifat internal dan Kementerian Koperasi dan UKM yang tidak memiliki kewenangan dalam mengawasi.
Selain itu, diusulkan adanya pengawasan eksternal lalu ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk koperasi.
Upaya meningkatkan peranan koperasi terhadap perekonomian nasional, salah satunya dengan memperbanyak koperasi multi pihak yang mengintegrasikan koperasi untuk terlibat dalam rantai produksi dari hulu hingga hilir.
Kita mendorong implementasi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang mengatur mengenai koperasi open loop dan close loop.( DA)
Discussion about this post